SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL MASA DEPAN
It all begins with an idea.
I. Latar Belakang
Saat ini kebutuhan akan peta semakin banyak. Masyarakat mulai familiar menggunakan aplikasi-aplikasi berbasis peta. Seperti aplikasi yang gojek, grab dan aplikasi pengantaran lainnya. Juga dengan adanya google map, layanan peta semakin interaktif dan menarik. Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi, kebutuhan akan peta di masa depan harus di antisipasi. Adapun kebutuhan peta di masa depan dapat dicirikan sebagai berikut: • Skala Besar Kebutuhan peta skala besar memang sangat dibutuhkan. Seperti untuk perencanaan tata kota, dimana diperlukan pet dengan skala 1:5000. Juga untuk keperluan navigasi di masa depan. Dimana di masa depan, navigasi akan menerapkan sistem autonomous. Salah satu input sistem autonomousnya adalah peta dengan ketelitian sampai 10 cm. Demikian juga untuk kepentingan-kepentingan rekaya laiannya. • Pemutakhiran data instan Di masa depan, peta harus uptodate. Karena banyak kebutuhan yang menggunakan lokasi sebagai parameter utamanya. Misalnya mobil otomatis, pengantaran dengan menggunakan drone, dan lain sebagainya. Tentunya dibutuhkan peta yang up to date. • Area daratan dan lautan menjadi satu kesatuan Peta masa depan juga harus mendukung kemampuan menyatukan area daratan dan lautan. Saat ini, daratan dan lautan mempunyai sistem referensi yang berbeda karena berkaitan dengan kepentingan yang berbeda pula. Dengan satu sistemnya antara daratan dan lautan, akan memudahkan penggunaan yang lebih terintegrasi. • Layanan cepat Untuk mendapatkan peta, saat ini yang paling mudah dengan menggunakan aplikasi seperti di google map yang disediakan secara gratis. Peta sangat dibutuhkan oleh banyak instansi sesuai kebutuhannya. Kemudahan mendapatkan peta ini, akan memperlacar proses pembangunan dan keperluan lainnya tentunya. • Akurat Semakin besar skala peta yang dibutuhkan, semakin akurat pula peta ini. Jadi tidak hanya menampilkan peta yang semakin mendekati reality nya di dunia nyata, tapi juga semain akurat. • Mendukung 3D Peta 3D akan sangat dibutuhkan di masa depan. Seperti penggunaan drone taxi, tentunya akan memerlukan tempat-tempat pendaratan di gedung-gedung dengan akurat. Dan gedung-gedung ini perlu di modelkan dalam bentuk 3D yang akurat. Juga bisa untuk keperluan menempatkan antena BTS dari telpon celular. Dengan peta 3D bisa diketahui visibilitas dari pancaran gelomangnya. Dalam hal memenuhi kebutuhan skala besar tersebut, perlu adanya satu sistem referensi sehingga semua peta, dari berbagai sumber, dan dari berbagai pengguna dapat menggunakannya dengan baik dan benar. Sistem referensi ini selanjutnya disebut sebagai sistem referensi geospasial yang berfungsi sebagai acuan sistem yang digunakan dalam pembuatan peta di masa depan tersebut.
II. Sistem Referensi Geospasial
Untuk memetakan daerah yang tidak begitu luas, atau kurang dari area 30x30 Km2, permukaan bumi dapat diasumsikan sebagai permukaan yang datar. Sehingga pada pekerjaan pemetaan ini berlaku ilmu ukur bidang datar seperti yang telah disampaikan dalam ilmu ukur tanah. Tetapi lain halnya kalau memetakan daerah yang sangat luas, maka faktor kelengkungan bumi harus diperhitungkan. Karena kalau tidak diperhitungkan, terlepas dari kesalahan-kesalahan dalam pengukuran, akan menimbulkan kesalahan yang terus merambat dari satu titik ke titik yang lain yang akan dipetakan. Dengan demikian terdapat perbedaan konsepsi antara pemetaan di daerah yang relatif sempit dengan di daerah yang relatif luas. Penjelasan selanjutnya akan mengemukakan konsepsi untuk pemetaan daerah yang relatif luas, misalnya pemetaan suatu wilayah negara. Permukaan bumi fisis (realita) tidak merupakan permukaan yang teratur. Oleh karena itu dalam pemetaannya perlu dicari bidang referensi pemetaan yang teratur, dalam arti besar dan bentuknya menyerupai bumi secara global. Bidang referensi yang dimaksud adalah bidang matematik, di mana di atas permukaan bidang tersebut dapat dilakukan hitungan matematik secara seragam terhadap besaran-besaran pengukuran, seperti jarak, sudut dan asimut untuk menentukan posisi. Posisi obyek diatas, pada dan dibawah permukaan bumi dinyatakan dengan nilai koordinat dan nilai koordinat ini disusun berdasarkan sistem koordinat tertentu. Dalam mendefinisikan posisi di bumi dari hasil pengukuran dan pemetaan menggunakan suatu sistem referensi tertentu yang dinamakan dengan sistem referensi Geospasial. Spektrum posisi di bumi dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini. Untuk memahami Sistem Referensi Pengukuran dan Pemetaan atau Sistem Referensi Geospasial perlu memahami Datum Geodesi, Coordinat Reference System (Sistem Referensi Koordinat) dan Coordinat reference Frame (Kerangka Referensi Koordinat). Ketiga hal tersebut berperan penting terhadap nilai koordinat hasilpengukuran yang kemudian akan dipetakan dalam sebuah peta Sistem Referensi Geospasial merupakan suatu terminologi modern yang persis sama dengan terminologi yang dulu dikenal dengan istilah datum geodesi, yaitu suatu system koordinat kartesian (X,Y,Z, dan t = waktu) ITRF, yang konsisten dan kompatibel dengan system koordinat geosentrik global, yang ketiga salib sumbunya berpusat dititik massa gaya berat bumi (= earth centred earth fixed / ECEF) (Cecep S, 2019).
Gambar 1 Spektrum Posisi di Bumi
Pada Penjelasan Penjelasan Undang Undang Informasi Geospasial Nomor 4 Tahun 2011 tentangInformasi Geospasial, Pasal 27 Ayat(2) Huruf a. Sistem Referensi Geospasial (SRG) adalahmeliputi : a. datum geodesi; b. system referensi koordinat; c. sistemproyeksi. Menurut Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2013, Sistem Referensi Geospasial adalah suatu sistem referensi koordinat, yang digunakan dalam pendefinisian dan penentuan posisi suatu entitas geospasial mencakup posisi horizontal, posisi vertikal maupun nilai gayaberat berikut perubahannya sebagai fungsi waktu.Sistem Referensi Geospasial terdiri atas Sistem Referensi Geospasial Horisontal dan Sistem Referensi Geospasial Vertikal.
Datum geodesi didefinisikan sebagai a curved reference surface that is used to express the positions of features consistently(Blick, 2014). Kemudian Clynch, 2006 mendefinisikan A datum can be defined by specifying the ellipsoid, the coordinates of a single point and the direction north. The point ties down the ellipsoid to the physical earth and also implicitly defines the placement of the center of the earth. Dalam pengertian tentang datum, disebutkan suatu bentuk geometri yang digunakan sebagai referensi untuk mengekspresikan posisi dimuka bumi. Bentuk geometri tersebut dinamakan dengan ellipsoid. Bentuk bumi sesungguhnya sangat tidak teratur, maka untuk mendekati bentuk bumi yang tidak teratur tadi digunakan ellipsoid tersebut. Dalam Ellipsoid disusun system koordinat X,Y,Z dengan pusat koordinat di pusat ellipsoid tersebut. Bumi fisis juga memiliki system koordinat Xe,Ye,Ze (CTS) tersendiri dengan pusat koordinat pada pusat massa bumi. Datum lebih menekankan letak posisi bentuk matematis bumi atau ellipsoid terhadap bentuk fisis bumi sebenarnya. Hubungan letak ellipsoid danbentuk fisis bumi dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.
Gambar 2 Definisi Datum Geodesi Ellipsoid Referensi dan Bumi fisis
Sehingga untuk mendefinisikan koordinat, kedudukan dan orientasinya dalam ruang di muka bumi, parameter yang digunakan oleh suatu datum adalah:
· Parameter utama, yaitu setengah sumbu panjang ellipsoid (a), setengah sumbu pendek (b), dan penggepengan ellipsoid (f).
· Parameter translasi, yaitu yang mendefinisikan koordinat titik pusat ellipsoid (Xo,Yo,Zo) terhadap titik pusat bumi.
· Parameter rotasi, yaitu (εx, εy, εz) yang mendefinisikan arah sumbu-sumbu (X,Y,Z) ellipsoid.
III. Perencanaan Sistem Referensi Geospasial
Sistem referensi geospasial merupakan kebutuhan yang wajib di definisikan. Untuk itu perlu ditentukan sistem referensi geospasial yang sesuai untuk wilayah Indonesia. Adapun langkah-langkah dalam menentukan Sistem referensi geospasial adalah sebagai berikut:
a. Penentuan Datum yang digunakan
Penentuan dataum atau acuan, diperlukan sistem koordinat yang akan digunakan, model ellipsoid, serta melakukan pengamatan untuk mendapatkan defleksi vertikal mendekati nilai nol. Berkaitan dengan sistem koordinat, dipilihlah koordinat dengan sistem dipakai di dunia yaitu sistem koordinat geodesi dengan menggunakan titik tinggi dari geoid. Sistem koordinat geodesi adalah sistem koordinat yang sumbu pusatnya berimpit dengan pusat masa bumi. Sumbu Z mengarah ke kutub utara, sumbu x merupakan perpotongan dari median yang melewati greenwhic dan bidang ekuator. Sedangkan sumbu Y orthogonal dengan sumbu X dan sumbu Z mengikuti aturan tangan kanan. Untuk menetukan Sumbu Z, berdasarkan konferensi CTP. Adapun untuk kerangkanya digunakan kerangka dari ITRF atau International Terrestrial Reference Frame.
ITRF (International Terrestrial Reference Frame) adalah suatu produk dari The International Earth Rotation and Reference Systems Services (IERS) sebuah lembaga badan yang bertanggung jawab dalam menjaga standar waktu global dan kerangka referensi, khususnya melalui kelompok Earth Orientation Parameter(EOP) dan International Celestial Reference System(ICRS) miliknya. Salah satu fungsi IERS adalah mengumumkan detik kabisat (Wikipedia). ITRF dijadikan kerangka referensi sebagai datum geodesi nasional pada masing-masing negara di dunia. Institusi IERS ini menggantikan tugas dan fungsi institusi yang dikenal dengan nama International Polar Motion Service (IPMS) dan BIH (Bureau International de I‟Heure). ITRF setelah melalui beberapa kesepakatandalamkonvensi adalah merupakan suatu kerangka referensi global ideal dari system referensi International Terrestrial Reference System (ITRS)(Petit dan Luzum, 2010 dalam Cecep S, 2019). Realisasi ITRS ini berlanjut dan diberi nama ITRF-yy, yy menunjukkan tahun realisasi tersebut. Realisasi ITRS ini pertama kali dilakukan pada tahun 1988 dan diberi nama ITRF88. Realisasi ITRS yang terpublikasi sampai saat ini adalah ITRF08, artinya kerangka koordinat dan kecepatan yang dihitung dengan menggunakan semua data IERS sampai akhir tahun 2008 (Cecep, 2014). Wujud ITRF ini adalah nilai–nilai koordinat dari jaring kontrol geodesi yang tersebar diseluruh dunia sesuai dengan epok pengamatan (tahun pengamatan) oleh IERS. Setiap realisasi ITRF yang baru, IERS mempublikasikan revisi seri sebelumnya dalam hal posisi/nilai koordinat dan laju kecepatan untuk jaringan global kontrol geodesi yang terdiri dari beberapa ratus stasiun control/penjejak (tracking stations). Realisasi ITRF 2008 beserta cara pengukuran posisi stasiun control yang tersebar diseluruh permukaan bumi yang dipublikasikan oleh IERS dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini.
Gambar 3 Realisasi ITRF olehIERS di seluruh permukaan bumi
Oleh IERS posisi stasiun control didefinisikan koordinatnya dan dipublikasikan keseluruh dunia sebagai Realisasi ITRF2008. Realisasi evolusi ITRF terkini adalah ITRF2014 (Altamimi et al., 2016, dalam Subarya 2019).Suatu realisasiITRF dihasilkan dari proses hitungannilai koordinat stasiun-stasiundan kecepatan linier dan non-linier pergerakan ratusan stasiun VLBI/SLR/GNSS/DORIS. ITRF saat ini merupakan sistem kerangka yang stabil pada tingkat milimeter, dan pada evolusi realisasi terkini ITRF2014 epoch 2010.0 yang dalam prosesnya memperhitungkan suatu inovasi dalam pemodelan sinyal-sinyal periodik (tahunan dan setengah tahunan) dan „post seismic deformations atau PSD‟ pada wilayah di berbagai belahan dunia yang terdampak oleh gempa bumi kuat, seperti diantaranya di bagian barat P. Sumatra (ibid, 2016). Pada evolusinya pergeseran yang terjadi atau „shift geocenter‟ dari ITRF2008 ke ITRF2014 adalah sebesar 3,5 mm (Altamimi et al., 2016, dalam Subarya 2019). Stasiun –stasiun kontrol yang terpasang diseluruh dunia ini akan digunakan sebagai acuan atau referensi pengadaan titik kontrol atau titik referensi lainnya dengan klasifikasi yang lebih rendah. Dalam spesifikasi datum perlu dituliskan referensi ITRF-YY, karena akan digunakan sebagai referensi koordinat. Distribusi stasiun kontrol diseluruh dunia dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini.
Gambar 4 Distribusi titik referensi Geodesi di seluruh Permukaan Bumi
Model Elipsoid Best Fit WGS’84
Setelah sistem referensi di definisikan, selanjutnya adalah menentukan model bumi yang tepat. Pengamatan-pengamatan satelit digunakan untuk dapat menentukan model matematik yang mendekati bentuk bumi. Dimana model matematik yang tepat adalah model ellipsoid. Sampai saat ini, model ellipsoid yang best fit dengan bentuk bumi dan mendekati bentuk geoid secara global adalah ellipsoid WGS’84. Ellipsoid WGS’84 ini digunakan sebagai ellipsoid referensi. Adapun empat parameter yang di definisikan di dalam WGS’84 adalah sebagai berikut:
· Setengah sumbu panjang elipsoid: a = 6378137 meter
· Penggepengan (flattening): f = 1/298,257223563
· Kecepatan angular bumi ω = 7292115 x 10-11 rad/sekon
· Konstanta gravitasi bumi G = 3986005 x 10-8 m3/sekon2
Menentukan Geoid
Untuk mengetahui bentuk bumi sesungguhnya, pada sekitar abad 17, para pakar kebumian yaitu geofisis dan geodet, telah bersepakat bahwa permukaan air laut rata-rata yang tidak terganggu (oleh angin, cuaca, pasang-surut dan lain-lain) dipakai sebagai bentuk fisis-teoritis daripada permukaan bumi, karena pada permukaan ini mempunyai realita fisis sebagai bidang potensial yang menyelimuti permukaan bumi. Bidang potensial ini yang akan digunakan untuk mengetahui bentuk fisis bumi. Di mana pada bidang potensial ini, semua garis gaya berat akan melaluinya secara tegaklurus. Sehingga alat-alat ukur seperti theodolit dan waterpass yang nivo-nivonya telah seimbang, maka Sumbu I-nya telah tegak lurus pada bidang ekuipotensial yang sejajar dengan geoid setempat. Selanjutnya oleh Listing, permukaan ini dinamakan geoid,sehingga geoid ini dinyatakan sebagai bentuk fisis bumi sesungguhnya.
Setelah dilakukan survei gaya berat secara global, di daratan dengan peralatan gravimeter maupun di lautan dengan satelit gravimetri, ternyata permukaan geoid ini bukan permukaan bidang yang teratur, tetapi bergelombang/berundulasi bergantung pada distribusi kepadatan massa batuan di sekitarnya. Permukaan geoid ini merupakan referensi tinggi yang digunakan.
Gambar 5. Bentuk Geoid Global dari EGM96
b. Penentuan Sistem Referensi Koordinat Horisontal
Sistem Referensi Geospasial Horisontal menggunakan referensi model matematik bumi yang berupa Elipsoid. Sistem referensi koordinat berupa system referensi koordinat geosentrik (3D) yaitu Sistem Koordinat Kartesian : X, Y, Z dan atau system koordinat pada bidang lengkung (Sistem Koordinat Geodetis) : Bujur (λ), lintang (φ) dan tinggi ellipsoid (h). Sistem koordinat tersebut didefinisikan pada ellipsoid sebagai sistem referensi koordinat pada bentuk fisis bumi. Dalam system Referensi Geospasial Horisontal dalam Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 diatur sebagai berikut : titik pusat sistem koordinat berimpit dengan pusat massa bumi sebagaimana digunakan dalam ITRS, satuan dari sistem koordinat berdasarkan Sistem Satuan Internasional (SI); dan orientasi sistem koordinat bersifat equatorial, dimana sumbu Z searah dengan sumbu rotasi bumi, sumbu X adalah perpotongan bidang equator dengan garis bujur yang melalui greenwich (greenwich meridian), dan sumbu Y berpotongan tegak lurus terhadap sumbu X dan Z pada bidang equator sesuai dengan kaidah sistem koordinat tangan kanan, sebagaimana digunakan dalam ITRS.
Kerangka Referensi Koordinat dalam system referensi Geospasial horizontal diperoleh dari hasil publikasi IERS berupa ITRF pada waktu tertentu. Wujud Kerangka Referensi Koordinat adalah Jaring Kontrol Geodesi dengan stasiun–stasiun kontrol geodesi direalisasikan dalam bentuk fisik dilapangan berupa pilar/monument/stasiun/Bench Mark/Titik Kontrol/Titik dasar Teknik. Jaring Kontrol Geodesi ini memiliki parameter waktu, sehingga harus didefinisikan kembali nilai koordinatnya pada durasi waktu tertentu. Hal ini terjadi karena terjadi nya deformasi kerak bumi, yaitu perubahan elastis linier pada bentuk dan ukuran pada kerak bumi akibat dari pergerakan lempeng tektonik atau lapisan lithosfir. Dalam system referensi geospasial horizontal ini harus dapat menunjukkan perubahan nilai koordinat sebagai fungsi waktu yaitu vektor perubahan nilai koordinat sebagai fungsi waktu dari suatu titik kontrol geodesi yang diakibatkan oleh pengaruh pergerakan lempeng tektonik dan deformasi kerak bumi. Dengan demikian Datum yang diperoleh tidak lagi datum static, melainkan sudah menuju kearah datum dinamik atau kinematik.Sebelumnya kegiatan pengukuran dan pemetaan bereferensi pada Sistem referensi yang berorientasi pada datum static, nilai koordinat tetap tidak mengalami perubahan.
c. Penentuan Sistem Referensi Koordinat Vertikal
Dalam kegiatan survei, pengukuran dan pemetaan untuk menentukan tinggi suatu titik di muka bumi harus diketahui titik nol sebagai referensi, maka bidang referensi titik nol = datum vertikal ini digunakan untuk menentukan tinggi tempat. Datum Vertikal secara geometris dapat dibedakan dalam 2 (dua) system yaitu :
· Suatu permukaan „ideal‟ bidang matematis hitungan yaitu geoid tinggi gravimetrik (=„N‟), sebagai bidang permukaan ekuipotensial medan gayaberat Bumi atau disebut Tinggi Orthometrik.
· Permukaan elipsoida referensi, yaitu tinggi diatas permukaan ellipsoid refrensi yang digunakan, system ini disebut Tinggi Geometri.
Tinggi orthometrik (=„H‟) bereferensi ke “quasi-geoid” yang merupakan suatu bidang permukaan ekuipotensial gayaberat dan didefinisikan secara kuadrat terkecil, berimpit dengan bidang fisis Bumi yaitu muka laut rata-rata atau mean sea level (msl) global dalam keadaan diam. Pada umumnya, suatu datum tinggi orthometrik yang sifatnya „lokal‟, dibangun ditepi pantai berkolokasi terhadap „msl‟ di suatu titik referensi H = 0, dilanjutkan ke wilayah darat melalui pengukuran sipat datar (teliti). Menurut teori geodesi, „msl‟ tidak cocok dijadikan sebagai suatu datum vertikal ideal, karena tidak mewakili sebagai suatu permukaan datar atau „level‟. Datum vertikal pada suatu permukaan datar, dapat terwakili oleh permukaan ekuipotensial gayaberat Bumi yang dinamakan geoid. „MSL‟ sebagai suatu permukaan tidak datar, permukaannya bervariasi disebabkan oleh: perbedaan salinitas, konstanta angin (meteorologi),aliran arus-arus di permukaan dan di kedalaman (hidrologi dan oseonografi), yang membentuk permukaan topografi muka laut atau „sea surface topography‟ miring atau „tilt‟ (Subarya, 2019). Untuk saat ini implementasi tinggi tempat dalam pemetaan menggunakantinggi orthometrik.
Tinggi geometrik (= „h‟) diukur dari permukaan elipsoida (contoh terkini menentukan tinggi menggunakan kerangka referensi WGS84(G1762) epoch 2005.00), ke suatu titik di permukaan rupa Bumi-bulat dengan ketinggian yang bervariasi. Sejakpenentuan posisi titik berbasis teknologi GNSS[GPS], untuk mendapatkan nilai geometri koordinat titik bujur (λ), lintang (φ), tinggi elipsoida (h), dan tinggi orthometrik (H) dalam pengukurannya secara geometris dapat dilakukan sekaligus, tidak terpisahkan seperti masa lampau. Permukaan elipsoida merepresentasikan model matematik sederhana yang merupakan referensi permukaan tinggi GPS dan bila diafiliasikan dengan permukaan geoid, maka untuk mendapatkan tinggi orthometrik bisa diukur secara langsung(Subarya, 2019). Hubungan geometris antara ketiganya, adalah pada Gambar 10 berikut ini.Tinggi titik hasil pengamatan dengan GPS diperoleh nilai tinggi Geometri, yaitu tinggi titik diatas/dibawah ellipsoid referensi.
Gambar 6. Hubungan geometris permukaan bumi, Geoid, dan Elipsoid Referensi
Gambar 7. Konstelasi Satelit Gravimetri
Penyajian Data
Data-data sistem referensi geospasial ini kemudian dipublikasikan. Publikasi atau penyajian data dapat dilakukan secara online dan realtime. Pengguna atau user dapat akses ke portal tertentu yang telah didesain oleh stakeholder, kemudian dapat mendownload titik-titik referensinya. Seperti di jelaskan di atas, bahwa realisasi dari sistem referensi ini berupa titik-titik banch mark (patok) di lapangan. Titik-titik tersebut berisi informasi koordinat, sistem koordinat yang digunakan, sistem proyeksi, dan juga elipsoid yang digunakan.
Instansi Berwenang untuk Layanan
Sistem referensi geospasial ini sifatnya dinamik. Artinya perlu selalu dilakukan maintenance. Sehinga perlu instansi atau lembaga yang menanganinya. Tidak hanya berkaitan dengan maintenance saja, tapi berkaitan juga dengan pelayanan. Seperti di jelaskan di atas, bahwa sistem referensi ini akan banyak digunakan oleh user. Sehingga perlu satu lembaga atau intansi yang mengaturnya. Berkaitan dengan instansi ini, di Indonesia yang berwenang memberikan maintenance dan layanan adalah Badan Informasi Geospasial sesuai dengan amanat undang-undang geospasial tahun 2004.
IV. Perancangan Sistem Referensi Geospasial
Setelah sistem referensi geospasial ditentukan serta datum telah ditentukan. Langkah selanjutnya adalah merealisasikan sistem referensi geospasial tersebut. Untuk mendukung peta masa depan, dibuatlah titik-titik banch mark dalam bentuk pilar yang menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Pilar-pilar ini ada ordenya. Mulai orde nol (yang paling teliti) sampai orde 4. Jumlah orde nol tentunya lebih sedikit dibandingkan jumlah orde 4. Orde nol yang terletak di bebera titik di Indonesia, kemudian di rapatkan oleh pilar-pilar orde 1. Dari orde 1 dirapatkan lagi ke orde yang lebih rendah, yaitu ke orde 2, dan seterusnya sampai orde 4. Berdasarkan PMNA-BPN, bahwa order 0 dan order 1 hasil pengukuran BIG didefinisikan sebagai titik dasar teknik (TDT) Order 2, Order 3 dan Orde 4. TDT tersebut berfungsi sebagai titik ikat pengukuran dan pemetaan dalam rangka penyelenggaraan pemetaan. Orde 2 memiliki kerapatan 10Km, sedangkan order 3 memiliki kerapatan antara 1-2 km.
Gambar 8. Perapatan Orde TDT
CORS
Dengan adanya teknologi satelit penentuan posisi, pengukuran posisi dapat dilakukan dengan cepat dan real time. Beberapa satelit penentuan posisi tersebut diantaranya adalah GPS, GLONASS, Beidou, dan Galileo. Semua sistem poisisi satelit tersebut kemudian dinamakan GNSS atau Global Navigation Satellite. Perkembangan GNSS telah menuju pada penggunaan Continous Operating Reference System atau CORS yang dapat memberikan sinyal GPS secara terus menerus. Setiap jaringan CORS terdiri dari beberapa stasiun GNSS yang terkoneksi menggunakan jaringan komunikasi untuk saling kontrol dan dapat melakukan komputasi secara realtime. Dengan adanya CORS ini, pengguna atau user dapat melakukan pengukuran dengan sistem referensi geospasial secara realtime.
Gambar 9. Pilar CORS
Real Time Koordinat
Dengan adanya CORS, maka ketika pengguna akan melakukan pengukuran dengan GPS dapat dilakukan secara real time. Yang artinya bahwa koordinat yang diperoleh adalah koordinat saat itu juga dan dalam sistem referensi geospasial yang telah ditentukan. Hal ini tentunya akan mendukung peta masa depan. Dimana dengan koordinat real time, akurat dan dalam satu sistem ini akan mempercepat pembuatan peta. Baik itu peta baru maupun updating. Kedepan, dengan semakin mudah dan tersebarnya jaringan internet. Akan semakin memudahkan komunikasi antar GPS CORS, sehingga perapatan pilar-pilar untuk orde 4 bisa jadi tidak dibutuhkan lagi. Apalagi jika, disetiap device sudah bisa disematkan sistem CORS dan aplikasi transformasi koordinat. Sehingga semua device atau perangkat mobile yang menggunakan poisisi akan mendapatkan koordinat real time yang presisi dan dalam satu sistem koordinat geospasial.
Internet of Things (IOT)
Gambar 10. Skema Internet of Things
Gambar 10 menunjukkan skema dasar dari IOT. Dengan memanfaatkan teknologi ini, semua barang dalam hal ini bisa pilar-pilar CORS, device Smartphone, mobil, motor dan benda-benda lainnya yang berkaitan dengan posisi akan dapat melakukan pengukuran, penghitungan, dan melakukan sebuah aksi yang real time. ITRF dapat diupdate secara realtime, kemudian informasinya juga bisa langsung dapat digunakan oleh enduser. Peta-peta dan pilar-pilar koordinatnya juga otomatis terupdate.
Gambar 11. Aplikasi IOT, CORS dan Location Apps
Interoperability
Interoperability atau kemudahan untuk berbagai pakai dalam berbagai macam platform sangat diperlukan. Tidak hanya dari segi hardware nya saja, tapi juga dari sisi softwarenya. Seperti kita ketahui bersama, bahwa konstelasi satelit penentuan posisi di atas bumi sangat banyak. Tentunya diperlukan struktur data yang dapat digunakan berbagi pakai sepeti RINEX. Dengan menentukan format data atau struktur data yang umum, maka interoperability akan memudahkan pengguna untuk mengakses data GPS.
Jika interoperabilitynya berkaitan dengan sistem georefensinya, maka berbagai macam sumber data dapat di konversi ke dalam sitem referensi geospasial ini. Misalnya data-data BIM yang dibuat dengan sistem referensi lokal, dengan menggunakan transformasi koordinat dapat dengan mudah di transformasikan ke dalam sistem referensi geospasial nasional.
Gambar 12. Interoperability BIM dan GIS
Gambar 13. Transformasi koordinat Global ke Lokal – Lokal ke Global secara Seamless
Kontrol Kualitas
Kontrol kualitas adalah hal yang sangat penting dalam sistem referensi geospasial ini. Untuk menjaga kontrol kualitas tetap terjaga, maka perlu dibaut SOP (Standard Operating Prosedure)nya. SOP ini berkaitan dengan semua proses. Mulai dari Perancangan, Perencanaan dan juga Realisasinya. Dalam hal perancangan misalnya, dimana lokasi yang terbaik untuk membuat pilar-pilar CORS, agar dapat mewakili seluruh wilayah Indonesia, memberikan ketelitian yang baik serta mudah di akses. Juga berkaitan dengan perapatan titik kontrol misalnya. Berapa toleransi error yang masih diperbolehkan.
Kontrol kualitas harus dilakukan oleh instansi. Adapun kalau di Indonesia, menurut penulis instansi yang dapat melakukan kontrol kualitas adalah BIG, ATR/BPN, LAPAN, dan PUPR.
V. Penutup
Sistem Referensi Geospasial wajib ditentukan oleh masing-masing negara sesuai dengan karakteristik negara tersebut. Sistem referensi geospasial ini penting, karena untuk peta masa depan pembuatan peta bisa dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja dengan cara yang mudah. Agar semua produk peta tersebut dapat diintegrasikan, diperlukan sistem referensi geospasial.
Dalam realisasinya, sistem referensi geospasial dapat memanfaatkan teknologi terkini seperti CORS dan IOT. Dengan sistem ini, semua aktivitas yang berkaitan dengan posisi dapat dilakukan secara instan atau real time, akurat dan dalam satu sistem yaitu sistem referensi geospasial.
Blog Post Title Two
It all begins with an idea.
It all begins with an idea. Maybe you want to launch a business. Maybe you want to turn a hobby into something more. Or maybe you have a creative project to share with the world. Whatever it is, the way you tell your story online can make all the difference.
Don’t worry about sounding professional. Sound like you. There are over 1.5 billion websites out there, but your story is what’s going to separate this one from the rest. If you read the words back and don’t hear your own voice in your head, that’s a good sign you still have more work to do.
Be clear, be confident and don’t overthink it. The beauty of your story is that it’s going to continue to evolve and your site can evolve with it. Your goal should be to make it feel right for right now. Later will take care of itself. It always does.
Blog Post Title Three
It all begins with an idea.
It all begins with an idea. Maybe you want to launch a business. Maybe you want to turn a hobby into something more. Or maybe you have a creative project to share with the world. Whatever it is, the way you tell your story online can make all the difference.
Don’t worry about sounding professional. Sound like you. There are over 1.5 billion websites out there, but your story is what’s going to separate this one from the rest. If you read the words back and don’t hear your own voice in your head, that’s a good sign you still have more work to do.
Be clear, be confident and don’t overthink it. The beauty of your story is that it’s going to continue to evolve and your site can evolve with it. Your goal should be to make it feel right for right now. Later will take care of itself. It always does.
Blog Post Title Four
It all begins with an idea.
It all begins with an idea. Maybe you want to launch a business. Maybe you want to turn a hobby into something more. Or maybe you have a creative project to share with the world. Whatever it is, the way you tell your story online can make all the difference.
Don’t worry about sounding professional. Sound like you. There are over 1.5 billion websites out there, but your story is what’s going to separate this one from the rest. If you read the words back and don’t hear your own voice in your head, that’s a good sign you still have more work to do.
Be clear, be confident and don’t overthink it. The beauty of your story is that it’s going to continue to evolve and your site can evolve with it. Your goal should be to make it feel right for right now. Later will take care of itself. It always does.